Berdasarkan Kamus Jawa Kuna – Indonesia, nanggala (naŋgala) berasal dari bahasa Sansekerta yaitu lāŋgala yang berarti tenggala, bajak, luku, mata bajak. Lāŋgala juga berarti senjata dan lambang baku Baladewa. Adapun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, nanggala diartikan sebagai senjata yang digunakan dengan cara digenggam, berbentuk bulat dan kedua sisinya runcing, terbuat dari kayu, merupakan senjata Prabu Maladewa dalam cerita pewayangan.
Awalnya Prabu Baladewa bernama Kakrasana, putra Prabu Basudewa dari Kerajaan Mandura. Prabu Baladewa memiliki saudara kembar yakni Prabu Kresna. Prabu Baladewa menjadi menantu dari Prabu Salya, Raja Mandraka, sehingga Baladewa diangkat menjadi raja dan diberi gelar Prabu Baladewa. Nama ini erat kaitannya dengan kejadian ketika pernikahannya didatangi oleh dewa-dewa dari kahyangan. Para dewa memberikan gelar Kusuma Walakita, Balarama, dan Basukiyana kepada Prabu Baladewa.
Prabu Baladewa digambarkan sebagai raja yang rendah hati, jujur, adil, serta berhati tulus. Prabu Baladewa juga dikenal karena mudah marah dan keras kepala. Prabu Baladewa memiliki kulit yang cerah, memiliki mata kedondongan, berhidung sembada, bermahkota dan berjamang tiga susun dengan garuda membelakang, bergelang, berpontoh, serta mempunyai senjata bernama nanggala. Bagaimana kisah Prabu Baladewa mendapat pusaka nanggala?
Karena adanya ancaman pembunuhan dari Kangsadewa, maka Prabu Baladewa dan Kresna mengungsi dan sembunyi di Kademanan Widarakandang sedari kecil. Prabu Baladewa berguru pada Batara Brama yang menjelma menjadi seorang resi di pertapaan Argasonya saat masa pengungsiannya. Prabu Baladewa diberi dua pusaka setelah selesai berguru. Kedua pusaka itu ialah nanggala dan alugara. Nanggala berbentuk seperti mata bajak, sedangkan alugara merupakan alat pemukul dengan kedua ujung yang runcing. Nanggala memiliki kekuatan yang lebih hebat dibandingkan dengan alugara. Konon, dalam sekali tebas nanggala dapat melelehkan gunung, membelah lautan serta memusnahkan matahari. Dikisahkan pula Prabu Baladewa ditegur oleh para dewa karena tidak sengaja membawa nanggala keluar. Prabu Baladewa pun diminta agar tidak memperlihatkan nanggala di depan banyak orang hingga Perang Bharatayuda.
Kapal selam milik TNI AL yang dikembangkan oleh Jerman pun diberi nama Nanggala (402) dalam peresmiannya pada 21 Oktober 1981 oleh Menteri Pertahanan dan Keamanan/Pangab Jenderal M. Jusuf. Kapal selam ini dipesan pada 2 April 1977 oleh Indonesia dan dibuat oleh Howaldtswerke-Deutsche Werft di Kiel, Jerman Barat. Kapal selam Nanggala (402) rampung pada 10 September 1980 dan dikirim ke Indonesia pada 6 Juli 1981. Nasibnya kini diberitakan tenggelam di perairan utara Pulau Bali pada 21 April 2021.
Sebelumnya, TNI AL juga memiliki kapal selam buatan Uni Soviet yang diberi nama RI Nanggala (S-02). Kapal selam ini dibeli pada 1959 melalui Polandia dan Indonesia menjadi negara Asia Tenggara pertama yang menggunakan teknologi kapal selam ini hingga pada 1972 Nanggala S-02 pun dipensiunkan.
Sumber:
Mujiyat & Koko Sondari. 2002. Album Wayang Kulit Banjar. Jakarta: Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata Jakarta.
Zoetmulder, P.J & S.O. Robson. 1995. Kamus Jawa Kuna-Indonesia, terj. Darusuprapta & Sumarti Suprayitna. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
kbbi.web.id (diakses pada 26 April 2021)
https://historia.id/militer/articles/nanggala-dalam-armada-indonesia-vJymB/page/2 (diakses pada 26 April 2021)
https://rri.co.id/humaniora/info-publik/1033634/monster-bawah-laut-ini-arti-nanggala?utm_source=share_link&utm_medium=external_link&utm_campaign=General%20Campaign (diakses 26 April 2021)