Kehadiran Peta Model “T-O” dalam Sejarah Peta Dunia

0
10989
“tonggak sejarah” Asia Tenggara

Pada tahun 2001 Museum Nasional Jakarta menyelenggarakan pameran dengan tema “Peta Indonesia dari Masa ke Masa”. Buat saya pameran peta kuno itu telah meninggalkan kesan mendalam. Ada tiga penjelasan dalam buku katalog pameran yang perlu diberikan catatan ulang. Pertama, mengenai pembabakan sejarah pembuatan peta. Dalam buku itu, sejarahnya dimulai dari Zaman Kuno disambung dengan Zaman Pertengahan, Zaman Renaissance, dan diakhiri dengan Zaman Modern. Setelah membandingbandingkan. Dengan sumber lain ternyata ada pembabakan waktu yang berbeda. Kedua, mengenai tahun awal pembuatan peta Zaman Kuno disebutkan dimulai tahun 600 BC–350 AD. Ternyata juga ada sumber lain yang menyebutkan jauh lebih awal lagi dari tahun 600 BC. Ketiga, uraian mengenai koleksi peta yang disebutnya sebagai model “TO” karya Isidorus Hispalensis tahun 1472 (hal.23) perlu diperluas. Berdasarkan sumber lain ternyata selain model peta berbentuk “T-O” masih ada beberapa model lain yang sejenis. Model-model itu makin memperkaya keunikan peta kuno. Ketiga hal itu menurut penulis patut dibahas lebih lanjut. Selain untuk merangsang dilakukannya kajian ulang sejarah peta kuno, juga untuk tujuan memperkaya wawasan masyarakat tentang model-model peta kuno. Dari hasil penjajagan kepada beberapa orang, ternyata masih banyak yang belum mengetahui tentang sejarah peta termasuk adanya peta model “T-O” tersebut.

Ketika orang berbicaca tentang peta (kuno), orang akan ingat pada dua istilah, yaitu “cartography” dan “map”. Cartography berasal dari bahasa Yunani “chartis”, bahasa Latin “charta” dan “graphein”. Kata chartis artinya sama dengan map yang berarti peta, sedangkan kata graphein artinya sama dengan tulis. Cartography diartikan sebagai ilmu tentang penggambaran bumi (graphein) atau pembuatan peta (mapmaking), pada suatu permukaan datar.

Selain kedua kata itu, kita sering mendengar kata “atlas” sebagai “… a collection of maps or charts”. Berbagai peta lokasi dikumpulkan atau diikat menjadi satu dalam bentuk buku yang biasanya ditambah dengan ilustrasi dan analisis grafis (A book or bound collection of maps, sometimes with supplementary illustrations and graphic analyses). Dalam hal ini masih banyak orang yang beranggapan bahwa “atlas” sama dengan “peta”. Masih ada satu istilah lagi yang dulu di Indonesia sangat populer tetapi sekarang sudah tidak dipakai lagi. Ketika duduk di bangku SR tahun 1950-an, ketika bapak atau ibu guru mengajar ilmu bumi selalu dibantu dengan benda yang disebut “kar”. Kata “kar” artinya sama dengan “peta”, diambil dari bahasa Belanda “kaart”.

Peta juga berkaitan dengan istilah-istilah lain seperti topografi dan toponimi. Topografi adalah keadaan muka bumi pada suatu kawasan atau daerah. Juga berarti kajian atau penguraian yang rinci tentang keadaan muka bumi pada suatu daerah. Toponimi adalah cabang dari onomastika, yakni ilmu yang menyeliduki tentang asal-usul, bentuk, dan makna nama diri, terutama nama orang dan tempat. Mang Ayat (Prof. Dr.Ayatrohaédi) mengusulkan agar kata toponimi diganti dengan istilah ”widyaloka”. Sementara itu menurut Prof. Jacub Rais nama unsur geografi atau disingkat “nama geografik” (geographical names) disebut “toponim”. Secara harfiah toponim berarti “nama tempat” (place names). Nama tempat tidak harus diartikan nama pemukiman (nama tempat tinggal), tetapi nama unsur geografi yang ada di suatu tempat (daerah), seperti sungai, bukit, gunung, pulau, tanjung, dsb. Unsur-unsur itu dikaji dan diurai secara rinci tentang keadaannya ke dalam peta yang  dikenal dengan istilah “topografi”.

Peta pada dasarnya adalah penggambaran dua dimensi pada bidang datar dari sebagian atau keseluruhan muka bumi beserta isinya yang dilihat dari atas. Biasanya ukurannya….. Kehadiran Peta Model “T-O” _ Nunus Supardi

Artikel ini telah terbit dalam jurnal Prajnaparamita Museum Nasional edisi 2 tahun 2014