MENGENAL TOKSISITAS PADA LINGKUNGAN KOLEKSI MUSEUM

0
2943

Pokja Konservasi selalu belajar dari narasumber untuk membekali ilmu dalam melaksanakan perawatan dan pengawetan koleksi museum. Koleksi museum terbuat dari berbagai jenis bahan organik dan anorganik seperti, batu, kayu, logam, tekstil, kulit, kayu/bambu, fosil, tulang berumur ratusan hingga ribuan tahun. Karena itu koleksi-koleksi museum rentan terhadap kerusakan. Dalam upaya memperpanjang umur koleksi, salah satunya dengan penggunaan bahan kimia dalam tindakan konservasinya.

Selain itu Penyimpanan koleksi-koleksi tersebut diletakan di vitrin-vitrin ataupun lemari penyimpanan dalam jangka waktu yang lama dan dalam kondisi tertutup, terkadang saat vitrin/ lemari dibuka terdapat beberapa bau yang mungkin berasal dari gas yang dihasilkan dari koleksi ataupun material tempat penyimpanan.

Apakah bahan-bahan kimia yang digunakan untuk konservasi aman? Apakah bau gas dari tempat penyimpanan dapat mengganggu kesehatan? Bagaimana cara mengatasinya dibahas dalam kegiatan pengayaan materi berjudul “MENGENAL TOKSISITAS PADA LINGKUNGAN KOLEKSI MUSEUM” dengan narasumber Dr. rer. nat. Budiawan, Kepala Departemen FMIPA Jurusan Kimia Universitas Indonesia pada hari Selasa, 15 September 2020.

Dengan mengenali konsep toksik racun maka petugas  konservasi akan paham dan dapat menjalankan tugas dengan tenang tidak takut selama kita mampu dan mengenali kemungkinan resiko yang ditimbulkan.

Toksisitas di Lingkungan Koleksi

Secara umum efek toksis dibagi menjadi dua yaitu efek kronis (jangka pendek) dan efek akut (jangka panjang). Efek toksik berupa gejala ringan seperti mual, muntah, pusing, tremor sampai dengan efek yang paling berat kelumpuhan bahkan kematian. Lebih lanjut Budiawan (2020) menjelaskan bahwa Bapak Toksikologi Modern Paracelsus 1564 menyebutkan bahwa  “Dosis” adalah konsep toksikologi, Air pun pada dosis yang banyak akan menjadi racun bagi manusia. Untuk itu untuk setiap bahan yang digunakan wajib memperhatikan LD 50 yaitu Lethal Dose 50% of Responses. Artinya, dosis suatu zat pada LD50 dapat memberikan respons kematian sebanyak 50% dari total orang yang mengonsumsinya. Semakin kecil LD 50 maka akan semakin berbahaya. Untuk mengenali bahan berbahaya bisa dilihat pula dari label atau piktogramnya yang tertera pada kemasannya.

Sumber informasi yang sangat penting dipelajari sebelum menggunakan suatu bahan adalah harus menguasai Lembar Data Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheets/MSDS/ SDS)  hal ini sangat penting agar aman ketika penggunaannya.

Untuk mengatasi hal-hal tersebut  dijelaskan pula bahwa Risk (resiko) = Hazard (bahaya) x Exposure (paparan) yang artinya “tidak ada kontak/paparan dengan bahaya, maka tidak ada resiko”. Untuk itu penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) seperti pelindung mata, sarung tangan, jas laboratorium dan sepatu tahan bahan kimia wajib digunakan bahkan dalam kasus tertentu dibutuhkan pula masker dengan respirator, masker dengan pelindung wajah penuh dan juga penutup telinga wajib digunakan untuk keamanan.

Kegiatan pengayaan materi ini sangat penting dilakukan untuk petugas konservasi karena dapat meningkatkan dan mengingatkan kembali akan pentingnya keselamatan kerja. Kajian untuk mencari alternatif bahan-bahan yang lebih aman juga harus ditingkatkan sesuai perkembangan ilmu konservasi terkini.

Kegiatan ini ditutup dengan kesimpulan bahwa diharapkan dengan mengenal toksisitas lingkungan koleksi dan cara mengatasinya maka kegiatan konservasi di museum akan aman untuk petugas konservasi, koleksi maupun pengunjung.


Kontributor : Maulidha Sinta Dewi